Rabu, 22 Juli 2015

Selamat hari anak nasional 23 Juli 2015

"Kekerasan dan pelecehan membengkokkan rasa percaya dan kasih sayang seorang anak. Emosi naifnya dikerdilkan dan ia pun belajar mengabaikan perasaannya. Ia tidak boleh mengeluarkan emosinya saat sedang mengalami kekerasan. Rasa sakit, marah, benci, dendam, bingung, semuanya harus dipendam. Karena bagi anak, setiap ekspresi saat mengalami kekerasan, bahkan hanya setitik air mata, akan memancing kekerasan yang lebih keji dan berulang. Maka jalan keluarnya hanyalah mematikan emosinya. Perasaannya dipendam sedalam-dalamnya," tutur Laura Davis dalam bukunya Allies in Healing: When the person you love is a survivor of child sexual abuse.

Kasus Angeline yang ramai dibicarakan belakangan ini seperti menampar kita semua. Kasus kekerasan pada anak tak ada habisnya, dan tidak berhenti di rumah saja. Ada anak berkebutuhan khusus yang tidak mendapatkan hak, anak miskin yang tidak bisa sekolah, dan anak cacat sejak lahir yang ditinggalkan begitu saja. Ada pula kasus perdagangan anak dan anak berpenyakit parah yang tidak bisa mendapatkan pengobatan.

Semuanya masih masuk dalam ranah kekerasan, dan terjadi setiap hari di sekliling kita. Padahal, Undang-Undang no. 23 tahun 2002 yang sudah direvisi menjadi UU No. 35 tahun 2014 tentang perlindungan anak sudah menjelaskan dalam pasal 77 bahwa setiap orang yang dengan sengaja melakukan tindak diskriminasi dan pelantaran yang dapat mengakibatkan anak mengalami sakit secara fisik maupun mental dapat dipidana penjara maksimal 5 tahun dan didenda maksimal Rp. 100 juta.

Belum lagi dampaknya yang jelas akan memperburuk situasi masyarakat. Semakin terasa menyedihkan, karena bagaimanapun, mereka tetaplah anak-anak yang butuh banyak perlindungan, kasih sayang dan perhatian. Mereka seharusnya menjadi harapan akan masa depan yang lebih baik. Mereka seharusnya mendapatkan semua haknya sehingga mampu melaksanakan kewajibannya di masa depan.

Namun kita malah tidak peduli. Kita terlalu sibuk dengan diri sendiri, dan cita-cita yang kita kejar. Mengikuti status bertagar #jangandiam #SaveAngeline dan sebagainya, seolah menunjukkan kepedulian dan kasih sayang, padahal hal itu tak berdampak besar pada kesejahteraan jutaan anak lainnya yang membutuhkan uluran tangan kita secara harfiah.

Kita bahkan lupa mengajarkan anak-anak kita sendiri untuk berbagi, dan memerhatikan teman-temannya yang tidak seberuntung mereka. Kita lupa untuk mengajak anak-anak bersyukur dengan apa yang dimilikinya, sampai-sampai mereka bisa menghentak-hentakkan kaki saat keinginannya tidak terpenuhi.

Kita abaikan anak-anak yang kekurangan secara fisik dan mental. Bu, Pak, tak ada satupun anak yang minta dilahirkan ke dunia dengan kesulitan fisik atau mental. Tak ada anak yang ingin miskin hingga tak bisa berobat, tak bisa mengenyam pendidikan. Tak satupun dari mereka ingin dipukuli, dijual, diperkosa, dan ditelantarkan.

Banyak sekali yang bisa kita lakukan untuk memperbaiki ini semua. Mulailah peduli dan membantu mereka. Kurangilah menghabiskan waktu di mal, dan mulai habiskan waktu bersama mereka. Perkenalkanlah anak-anak kita pada mereka. Hadirkan kembali senyum di wajah mereka. Mari kita sama-sama mulai peduli, dan berbagi kebahagiaan. Karena anak-anak berhak menikmati masa kecilnya.

Selamat hari anak nasional, 23 Juli 2015. Ayo kita berbagi senyum.

By yasmina hasni

Tidak ada komentar:

Posting Komentar